Salah satu sudut gedung bekas rumah sakit
di Tangkahan Lagan, P. Berandan. Foto ini diambil sekitar 8 tahun lalu
oleh credit |
Sudah beberapa minggu ini aku bersekolah di tempat baru dan di kota yang
baru kukenal. Pangkalan Berandan. Kota kecil, namun besar pengaruhnya untuk
negara kita, yaitu dengan adanya minyak. Tak ada yang menarik di kota baruku
ini, tapi ada sesuatu yang membuat bulu kudukku merinding.
"Eh, aku dengar-dengar katae di sini ada rumah sakit angker? Yang
mana?"
"Iya, di TL. Tangkahan Lagan. Waktu masih dipakai dulu pun udah angker
kali. Kenapa rupae?" jawab Ferry, salah satu teman baruku.
"Waktu Tulang* aku sakit di sana, ada suster yang masuk ke kamarnya
tengah malam. Besoknya, rupae tak ada suster jaga tengah malam yang
keliling!" sambung Kijun, yang membuat bulu kudukku merinding.
"Ha, pas Bapak aku sakit pernah disuruh rawat inap di lantai empat!
Itu yang paling angker! Kata orang-orang, kalau ada pasien di lantai empat,
biasanya suka didatangi kakek-kakek tengah malam. Kakek-kakeknya berdiri aja
dekat jendela, tau kau! Tak maulah Bapak aku di lantai empat, minta dipindahi
ke lantai dua," Ronal pun ikut bersuara.
"Ah, yang betol! Percaya kali kelen sama hantulah!" aku berusaha
menampik. "Cemana kalo kita ekspedisi ke sana? Macam pemburu-pemburu hantu
di tipi-tipi tulah!"
Mereka terdiam, kecuali Angga. Bukannya apa-apa, hanya Angga yang belum
tahu seluk-beluk rumah sakit tersebut, selain aku. Karena Angga juga pindahan
dari luar kota ini.
"Bukane aku takut, Gif. Tapi memang angker kali di sana," Ferry
buka suara.
"Ah, usah percaya kali napa? Maka itu, kita buktikan ke sana! Aku
setuju sama Agif. Aku pun penasaran macam mana rumah sakit e," seru Angga
berapi-api sambil melirikku.
Suasana masih hening di sudut sekolah baruku ini.
"Alaaaaah, macam anak-anak kali kelen! Ayolah! Udah SMA pun kita, usah
percaya sama takhayul tu! Pulang sekolah, kita ke Wak Perlis untuk minta
jampi-jampi!"
***
Sabtu sore menjelang Maghrib, kami jadi berekspedisi ke gedung bekas rumah
sakit tersebut. Gedungnya sendiri berada di dalam komplek perumahan yang kini
mulai sepi penghuni. Dan, gedung tersebut berada jauh di dalam, jauh dari
mana-mana. Aku berandai-andai bagaimana cara pasien dulu yang berobat ke sini jika
mereka tak ada kendaraan pribadi, mengingat tak ada satu pun angkutan umum yang
diperbolehkan masuk ke dalam komplek? Ojek pun jarang ada di kota ini.
Pencahayaan masih terang dari ufuk Barat. Matahari masih enggan
meninggalkan peraduan rupanya. Gedung ini terlihat menyeramkan dari luar, padahal
baru tiga tahun tak terpakai. Dengan berkalung bawang putih, kemenyan putih,
dan benang tujuh rupa pemberian Wak Perlis, kami siap untuk menaklukkan makhluk
gaib di rumah sakit ini.
Kondisi dalam rumah sakit berantakan. Di lobi utama, kursi-kursi di ruang
tunggu beserakan, kertas-kertas dari meja loket pendaftaran yang sudah
menguning betebaran, gagang telepon yang tergeletak di lantai, dan entah apa
lagi yang ada di dalam. Lambat laun matahari pun tenggelam, dan kami resmi
menggunakan beberapa senter sebagai alat bantu penerangan.
Salah satu temanku, Kijun, yang sedikit ketakutan, sibuk komat-kamit
membaca ayat kursi sekenanya. Kubilang sekenanya, karena berhentinya tidak
keruan. Rupanya ia terlalu tegang hingga melupakan urutan ayatnya.
Lain lagi dengan Ronal. Ia terus-menerus memegang senter kuat-kuat dengan
mata terpejam! Hahaha! Aku hampir mengikik melihat tingkah teman-temanku. Entah
kenapa, aku sekali tak merasa ada yang perlu ditakuti. Aku terus melangkah ke
depan kemudian belok ke kanan.
Kumasuki lorong. Di belakangku ada Ferry. Angga bersama Ronal dan Kijun
berbelok ke kiri, memasuki lorong lainnya. Ferry tak henti-hentinya membaca
doa, dengan bahasa Indonesia. Ah, lebih tepatnya dengan bahasa sehari-hari.
Lucu juga mendengarnya.
Ada dua pintu yang berhadapan di sisi kiri dan kanan kami. Aku memutuskan
masuk ke salah satunya. Kucoba memutar kenop pintu, terkunci. Aku berbalik
kemudian membuka pintu satunya. Klek. Terbuka.
Ada beberapa tempat tidur di sana, yang pastinya juga sudah berantakan.
Entahlah, apa ketika mereka berbenah untuk pindahan tidak sempat merapikannya
dulu sebentar? Atau bagaimana? Aku tak tahu. Kuarahkan senterku ke salah satu
tempat tidur. Tak ada apa-apa. Kami keluar.
Kusoroti pintu yang baru saja kumasuki. Ruang Jenazah. Bulu kudukku
langsung merinding. Ferry yang sedari tadi mengekoriku, langsung mencengkeram
tanganku kuat. Aku tahu ia pasti sudah ketakutan.
"Omak! Ruang jenazah pula! Gif, cepatlah! Aku dah ngeri kali di
sini!"
Tebersit untuk mengerjainya sedikit. Kuletakkan senterku tepat di bawah
dagu mengarah ke atas. Kemudian aku berbalik menghadap Ferry.
"Aaaaakkk!"
"Hahaha!" aku langsung terbahak-bahak melihatnya histeris.
"Anjing kau, ya! Tak tahu kau aku udah setengah mati ini!"
"Hahaha!"
"Woi! Siapa di dalam?!" tiba-tiba saja ada suara menggelegar yang
mengejutkan kami.
Aku dan Ferry langsung berlari keluar hendak menuju motor kami
masing-masing. Ferry tergopoh-gopoh, ia tertabrak kursi yang berantakan di lobi
utama. Dan aku tak sengaja menginjak salah satu kaki orang, senterku pun
terjatuh. Tanpa pedulikan senter, aku terus berlari.
"Cepat, Fer!"
Aku dan Ferry berhasil keluar, kemudian kami bersembunyi di balik pohon
depan gedung. Kulihat Angga dan yang lainnya pun lari terbirit-birit,
tampaknya. Karena aku mendengar suara derit sepatu dan orang tertabrak kursi.
Dan, suara menggelegar tadi.
"Awas kelen, ya! Ngapai kelen di sini? Ha?" suara itu begitu
menggelegar dari dalam.
Kulihat Angga, Ronal, dan Kijun keluar dari lobi utama. Tanpa aba-aba,
Ferry langsung memanggil mereka untuk berlari ke parkiran motor kami.
"Cepat, woi! Kita ngebut aja!"
Kupacu motorku sekencang mungkin, walau kutahu, sudah tak ada pencahayaan
lagi di komplek ini. Semua sudah sepi. Tak berpenghuni. Dengan bermodalkan
lampu jauh dari motorku, aku berhasil melewati komplek yang suram ini. Kulihat
teman-temanku juga sudah keluar dari komplek. Aku berhenti sejenak di pinggir
jalan, memastikan mereka semua baik-baik saja.
"Kenapa rupae, Gif?"
"Nggak papa. Siapa tadi rupae? Bukan hantu kan?"
"Bukan. Satpam," jawab Angga.
"Hahahaha! Rupae kita lebih takut sama satpam dari pada sama hantu,
ya!" ujarku diikuti tawa membahana teman-teman.
Syukurlah, semuanya tidak apa-apa, pikirku.
"Besok, kelen kutraktirlah! Atas keberhasilan kita menaklukkan bekas rumah
sakit angker tadi!"
***
Lima hari setelah ekspedisi gila itu, badan Agif sakit-sakitan. Kata
dokter, ia hanya demam biasa saja. Tapi entah kenapa, saat siang tubuhnya
terasa ngilu dan sampai tak bisa digerakkan sama sekali. Namun ketika malam,
badannya tampak segar dan nafsu makannya seperti orang kelaparan yang sudah
seminggu tak pernah makan. Dan itu berlangsung setiap malam. Sampai
berhari-hari.
Biar tahu rasa dia! Padahal aku hanya mendekatinya saja. Sejak ia menyoroti tempat
tidurku di ruang jenazah dalam gedung bekas rumah sakit beberapa waktu lalu. Di
Tangkahan Lagan.
*****
*Tulang: panggilan untuk paman atau om dalam bahasa Batak.
Jumlah karakter 5931, jumlah kata 1031.
Cerita ini saya ikutsertakan dalam Tantangan Nulis Cerita #LegendaHororLokal.
Catatan dari penulis:
Cerita ini saya tulis berdasarkan kisah nyata teman-teman SMA saya yang
melakukan ekspedisi 'gila' tersebut. Nama-nama yang digunakan adalah bukan nama samaran. Tokoh utama, Agif, memang mengalami sakit 'aneh' seminggu setelah euforia penaklukkan gedung bekas rumah sakit tersebut. Ia sakit selama berhari-hari, kemudian disusul satu per satu oleh yang lain. Dengan sakit yang 'aneh' juga. Dan, konon, salah satu acara televisi
bernama Uka-Uka, yang dulu pernah tenar, batal syuting di gedung tersebut
dikarenakan pawangnya tidak berani karena 'penghuni'nya terlalu kuat.
Saya baca catetan dari penulisnya dulu, baru baca ceritanya tapi sebelumnya melototin fotonya dulu
ReplyDeletejadi sereeeem...
emangnya serem, mak? :D
Deletemaksudnya, si "Aku" itu adalah hantunya, gitu?
ReplyDeletehmmm sepertinya aku gagal bercerita, ya. di part terakhir pindah pov-nya, mba. :)
DeletePangkalan Brandan itu...rumah sakit yang aku biasa input ke system kantor. Em...masih ada kah?
ReplyDeleteyang ini RS yang lama, mak. sekarang RSnya udah pindah, bukan di TL lagi. ini RS Pertamina.
Deleteaku lahir di RS itu. dan sampe umur 18 tahun hanya dirawat disitu.....
Deletemakasi buat isti krn udh menceritakan semua pengalaman kami...saya ferry salah 1 yg ikut berangkat malam itu dan salah 1 yg ikut sakit pulang dr sana
ReplyDeletetuh kan bisa ngomen di mari, Fer.. :D
Deletewow ada saksi bisunya eh maksudnya saksi hidup hehe
ReplyDeletehehehhe. ayo mak ikutan!
Deleteiya is...yang terakhir itu maksudnya hantunya y ya...????
ReplyDeletehmmmm bisa jadi, mbak :D
DeleteAih... rumah sakit selalu memiliki legenda yang mirip2 ya, Mbak :)
ReplyDeleteKeknya saya gak berani ikutan nulis cerita serem...
betul, Kaka! tadinya juga aku ga berani, tapi merasa tertantang. ples, punya ide "gratis" macam ini, gimana mau ga ikutan? :D
Deletehmmmm
ReplyDeleteyeahhhh... kalo cerita horor di rumah sakit aku udah sering ngalami kak. malah lebih serem :)
ReplyDeletewow!
Deleteaku pernah lihat rumah sakit ini Mbak. di Berandan khan? bekas rumah sakit Pertamina yg sudah tak terpakai ya? seru juga ceritanya
ReplyDeleteiya, betul, Mak! memang seru, ini. dulu aja sih pas temen2 lagi pada ekspedisi yang lainnya nakut2in. sekarang karena udah lewat jadi tampak keren. wkkwkwk
DeleteSi aku yang terakhir satpam kah?
ReplyDeletenah loooh, siapa ya? coba dibaca lagi, Mak. :)
Deletekata kuncinya adalah, kalimat kedua terakhir. :)
Ih... serem. Kalo ekspedisi gitu, aku gak berani, Mak. Tapi klo nonton film hantu, aku doyan. Walopun udahnya, makin jadi penakut :D
ReplyDeletehiihiih aku juga ga berani, mak. :D
Deleteuwahhhh,takuttttttttttttttttttt makkk.....
ReplyDeleteslaam kenal ^^
salam kenal juga, mak :)
Deleteudah 2 aja baca cerita horor,, aihh Mak Isti bikin takuuuut
ReplyDeleteMbak Isti, sedikit mgasih keterangan ni tentang foto RS tangkahan lagan itu...
ReplyDeleteSuami saya lahir dan besar di kompleks pertamina, pas deket RS. Memang skrg tu RS tdk dipakai lagi. Dibiarkan tdk terawat. Tapi kalau dibilang berhantu ya tidak juga sihhh (walaupun asli serem abis)
Hehhehe harus dibuktikan sendiri sih berhantu atau enggaknya. Ini saya cuma nulisin ulang kisah nyata yg dialami teman2 saya sendiri. Dan penampakannya memang seram ya. :D
DeleteDan saya suka bahasanya
ReplyDeleteasli brandan.... mantaf
tq ya Mbak, sdh mau mengangkat cerita sudut pandang brandan :*
Kami juga pernah expedisi kesana bersama rekan Dosen umsu dan unimed setelah pemgambilan sesu pengambilan foto sore hari kami memurari complek setelah magrib di bumi perkemahan Di TL mobil hampir terbalik karna stir tak bisa diputar DI RS mobik kami seperti menabrak bayangan dan lebih seram nya hasil Foto semua nya hitam saat Pengambilam di Danau Belakang RS dan penampakan Wajah Menyeramkan Di ruangan Rawat inap.
ReplyDeleteWew 2017 ada yg ekspedisi ke sana? Dan masih horor aja ya? Baca komen Mas Eka ini bikin bulu kuduk saya merinding. Fotonya hitam semua. Hiiyyy ya Allah biar kata ini siang bolong bacanya, tetep aja ngeri. >____<
DeleteBtw, makasih Mas udah ikut komen pengalaman serunya.
Serem ya Mba, ngebayangin kalau bangunan itu di tempat sepi juga
ReplyDeleteKurang panjang ceritanya, masih penasaran nih sama si aku. Ayo cerita lagi kak. Penasaran. Hahaha
ReplyDeleteAku selalu suka cerita misteri kayak gini. Tapi kalau suruh ikut ekspedisi mah ogah sih.. Aku tunggu cerita lainnya, Mak.. Hihi..
ReplyDeleteKenapa ya kalo rumah sakitnya udah gak dipake barang-barangnya gak dibersihin sekalian? Ato gak, dijual kan mayan :3
ReplyDeleteKalo di Surabaya ada Rumah Hantu Darmo yang jadi urban legend. Itu rumah gede udah gak terawat bertahun-tahun. Tapi sekarang udah gak lagi serem soalnya banyak orang ke sana 😄
aku pernah nih kayak ekspedisi2 hantu gitu. dan... aku ga mau lagi. Ampun kapok! karena niat sejak awalnya sudah ndak bagus.. jadi ada aja kejadian2 yang ga mengenakan.. heuheuheu..
ReplyDeleteWkwkwkkwkwwkk... Mayan lah ceritanya kak isti... Nama tokohnya pun asli,, gifari, ferry, angga, kiki pak jun,, dkk... Terus berkarya diblok ini kak... Smansaba...☺☺☺
ReplyDeletedan akhirnya ketemu artikelmu ti', tapi entah kenapa ya waktu kakakku diopname di rs ini aku kok seneeeeng gitu main2 di rs ini (serasi x auranya), sukak main naik turun tangga, ngintip2 pasien yg di UGD, apalagi klo pulang sekolah singgah ke kantor bpkku di deket poly gigi, pasti aku mintak jalan2 liat orang sakit, padahal msh kecil itu loh , tp terus terang aku sukaaaa sm rs itu.
ReplyDelete