Mengelola Keuangan Rumah Tangga

9.02.2018


"Menurut Survei Nasional OJK tahun 2016, hanya 25% perempuan di Indonesia yang pintar mengatur keuangan rumah tangga."
-- Adhe Hapsari, Head of Corporate Communication PT Visa

Jujur, saya kaget, lho, dengernya. Kaget karena ternyata saya nggak sendirian. Masih ada sekitar 75% Buibu macam saya yang nggak pintar-pintar amat mengatur keuangan rumah tangga. 🙈

Hayo, kalau di rumah Buibu, siapa yang pegang keuangan rumah tangga? Suami atau istri?
Begitu tahu saya diundang KEB untuk ikutan workshop keungan dari PT. Visa dan Ibu Berbagi Bijak, saya excited sekali! Apalagi pematerinya Mbak Prita Ghozie, Financial Planner terkenal yang saya kagumi. Makin-makin deh saya mantap minta izin ke suami supaya bisa hadir di workshop-nya. Ya karena itu tadi, udah bertahun-tahun menikah begini tapi saya belum pintar-pintar amat mengatur keuangan rumah tangga. Duh. 💆

Kampanye Literasi Keuangan #IbuBerbagiBijak ini untuk menginspirasi lebih banyak ibu di Indonesia agar mampu mengelola keuangan rumah tangga. Karena memang kenyataannya, seperti yang sudah saya tulis di atas, menurut data OJK, perempuan di Indonesia hanya 25% saja yang pandai mengatur keuangan rumah tangga. Maka itu, sejak 2017 kemarin PT. Visa mulai mengedukasi ibu-ibu di Indonesia agar bijak mengelola keuangan rumah tangganya. Dan kemarin, ikut mengajak juga Ibu-ibu dari Himpaudi Jagakarsa.

Para pembicara dan Ibu-ibu dari Himpaudi Jagakarsa
Yuk, sekarang kita mulai kuliti satu persatu apa yang jadi masalah dalam mengelola keuangan. Siap-siap ketampar bolak-balik, ya!

Bagaimana Mencapai Keuangan Ideal?


Idealnya, ada 3 tahapan untuk mencapai keuangan ideal. Tahapan ini berlaku dalam rumah tangga atau pun keuangan perseorangan jika kita belum memiliki keluarga. Mbak Prita Ghozie membaginya dalam 3 tahapan yang semuanya berkesinambungan dan HARUS KONSISTEN dikerjakan.


1. Financial Check Up

Cek semua pengeluaran dalam buku catatan. Iyak, artinya, semua pengeluaran atau pemasukan, WAJIB DICATAT. Agar lebih mudah untuk mengeceknya, baiknya sih kita sedia buku catatan khusus keuangan ya. Jadi nanti bisa kelihatan tuh kan hari ini jajan apa aja, kemarin belanja apa aja, nggak ujug-ujug kok duit udah habis aja sih pake apa aja kemarin ya? Lupa, kan?

2. Mengelola Arus Kas

Dompet yang sehat akan berbeda pengelolaannya dengan dompet yang sakit. Karena semua pengeluaran dan pemasukan dicatat di buku catatan khusus, maka untuk mengelolanya akan lebih mudah. Bisa kita pilah mana yang jajan-jajan nggak penting, mana yang jajan cuma untuk konsumtif aja, atau mana kebutuhan yang benar-benar perlu.

Mbak Prita menambahkan, sebaiknya, uang yang kita terima dalam bentuk non tunai agar lebih mudah dikelola. Jika dapatnya cash, segera masukkan ke rekening. Karena jika kita melihat uang fisik, biasanya akan lebih cepat habis dan nggak tahu ke mana.


3. Merencanakan Keuangan

Jika sudah kita pilah, rencanakan keuangan selanjutnya. Mau dibawa ke mana keuangannya ini? Mau buat apa? Untuk mengelola dan merencanakannya ini, bisa kita gunakan "rumus" ideal pengeluaran yang baik.

Rumus ideal untuk mengelola keuangan yang sehat adalah sebagai berikut:

Sebesar 5% untuk zakat atau amal atau sedekah
Sebesar 30% untuk cicilan utang
Sebesar 30% untuk pengeluaran bulanan
Sebesar 15% untuk investasi
Sebesar 10% untuk dana darurat
Sisanya, 10% untuk gaya hidup

Untuk lebih mudah dipraktikkan, Mbak Prita juga kasih contoh alokasi untuk pengelolaan bulanan seperti di bawah ini.


Pengeluaran bulanan itu, idealnya maksimal hanya SETENGAH dari penghasilan. Kalau lebih, sepertinya keadaan dompet kita udah nggak sehat lagi. Kalau udah nggak sehat, susah untuk dikelola jadinya. Kayak yang tadi saya tulis sebelumnya, mengelola dompet sehat jauh lebih mudah daripada dompet yang sakit. Kalau satu pos aja udah kelebihan, maka pos-pos yang lian juga ikutan dampaknya.

Soal utang, sepertinya hampir semua punya utang, ya? Entah itu utang cicilan rumah, mobil, motor, kontrakan, atau utang yang lainnya. Nah, utang-utang itu, kalau digabung semua, dalam satu bulan seharusnya nggak boleh lebih dari 30% penghasilan suami kita. Kalau dilihat dari contoh di atas, misal gaji bulanannya 7 juta, maka utang cicilan perbulan seharusnya maksimal 2.100.000,-. 

Sekarang gaya hidup. Ini, nih. Perliku konsumtif yang seharusnya bisa kita hindari namun karena dengan adanya kartu kredit dan cicilan 0%, maka semua terasa perlu. Cicilan 0% pada belanja ini tidak termasuk dalam utang di atas tadi, ya. Kebutuhan hari ini, tidak boleh berutang! Belanja-belanja sayur, cabai, dan lain sebagainya, nggak perlu lah sampai ngutang segeala, ya! Gimana dengan kebutuhan yang akan datang seperti keinginan-keinginan beli ini beli itu? Menabung dulu baru beli kemudian. Belinya juga nggak boleh kredit, ya!

Udah merasa tertampar belum, nih, Buibu? Saya udah ketampar bolak-balik, nih! Apalagi yang bagian dana daruratnya. Sering kita kan nyelipin uang belanja sedikit di dompet? Di tempat tersembunyi lah gitu. Keseringan duitnya dipake buat apa, deh? Biasanya buat dana darurat, kan, yang tak terduga? Tapi kalau uangnya dipake buat beli kosmetik, apa itu namanya biaya tak terduga? Huhuhu. Saya sih bukan buat beli kosmetik, tapi buat beli kerudung. Ngek-ngok!

Gimana caranya bedain dana darurat? Gampang aja, kalau kata Mbak Prita. Ciri-cirinya itu musibah. Kalau udah kena musibah, mau nggak mau ktia harus ngeluarin uang yang nggak sedikit, kan? Nah, itulah gunanya dana darurat. Selain ada BPJS atau asuransi tentunya. Yang nggak punya BPJS? Ya berarti harus lebih giat lagi nyimpen uang buat dana daruratnya. Karena musibah itu datangnya nggak bisa diprediksi dan tak terduga, kan?

Ada yang suka beli kosmetik pakai dana darurat? Itu darurat apa bukan?! Hayo, dipelototin Mbak Prita, lho!

Menjadi Womenpreneur


Sebagai seorang wanita, ada kalanya kita ingin ikut andil dalam keuangan rumah tangga. Meski saya nggak bekerja kantoran, kalau punya uang sendiri dari karya kita sendiri tuh rasanya enak, puas banget. Beda lah dengan uang dari suami yang udah tetap dikasih tiap minggunya walapun jatah dari suami itu lebih besar jumlahnya daripada yang kita hasilkan. 

Ada 3 cara untuk menambah penghasilan rumah tangga, yaitu:

💰 Bekerja secara aktif
💰 Bisa menjadi investor
💰 Bisa menjadi womenpreneur

Untuk poin nomor 1, udah jelas saya nggak bisa. Bukan karena nggak punya ijazah dan pengalaman bekerja. Kalaupun ada semua, sayanya yang belum berani ninggalin anak-anak untuk bekerja penuh waktu setiap hari di tengah Jakarta yang super meriah ini. A BIG NO. Sementara poin kedua, belum sanggup juga karena ya dari mana modalnya buat nitip saham di tempat orang? Jadi kesempatan satu-satunya hanya poin yang ketiga; menjadi womenpreneur.

Menjadi womenpreneur sejati pun bukan semudah buka usaha lalu customer pada ngantre dan kita tinggal ongkang-ongkang kaki setiap hari. Usaha itu perlu dibangun. Usaha itu perlu dibina. Membangunnya nggak begitu aja langsung besar, tapi butuh waktu. Kalau kita selalu diiming-imingi dengan banyak waktu di rumah jika menjadi pengusaha, itu salah besar! Menjadi pengusaha yang sesungguhnya itu, harus rela bangun lebih awal setiap hari, dan rela nggak punya hari libur setiap minggu. Nanti, kalau usaha sudah berkembang dan bisa remote, baru bisa punya hari libur. 

Saya jadi ingat suami saya setahun yang lalu sewaktu ada project di daerah Jawa Timur. Kalau dulu kerja kantoran aja dia nggak betah tinggal di luar kota lama-lama (maksimal 2 minggu pulang), begitu pas ngerjain usahanya sendiri malah rela hampir sebulan tinggal di Jawa Timur sana. Demi apa? Demi membangun usahanya dari 0.


Saya dan Mbak Gladies Rahman, owner Dapur Gladies

Begitu juga dengan pembicara yang juga hadir di workshop kemarin, Mbak Gladies Rahman. Mbak Gladies ini, memulai usaha kulinernya di Bandung 5 tahun lalu. Dimulai dari dikerjain sendiri, memanggang sekitar 120 loyang brownies setiap hari, hingga sekarang sudah punya karyawan tetap dan membuka cabang di Jakarta.

Sekarang, gimana caranya untuk membuka usaha sendiri?


Pertama, mau usaha apa dulu, nih? 

Kenali hobi/minat kita sendiri. Jika kita bekerja/ usaha sesuai dengan minat dan hobi, biasanya akan lebih enjoy dan lebih semangat. Sama seperti suami saya, Mbak Gladies juga pada dua-tiga bulan pertama itu nggak ke mana-mana setiap hari. Di rumah aja. Baking terus, Tapi dia enjoy, karena dia suka membuat kue.


Kedua, sudah tahu omzet dan untung-rugi

Mentang-mentang dapat laba tahunan, langsung aja dipake uangnya untuk beli macem-macem yang bukan berhubungan dengan usahanya. SALAH! Tips dari Mbak Gladies, kalau dapat laba, sebaiknya diperiksa kembali peralatan yang dipakai untuk usahanya, apa ada yang rusak dan perlu diganti? Misal seperti dia kan usahanya brownies panggang, ya. Jadi setiap ada laba, dia periksa dulu loyang-loyang atau peralatan baking lainnya yang rusak. Kalau perlu diganti, ya pakai labanya tadi. Jadi sisanya itulah laba bersihnya.

Saya beruntung dapat buku karangan Mbak Prita Ghozie ini :)

Nah, kalau udah jadi pengusaha, harus bisa pisahkan keuangan rumah tangga dan usahanya. Kenapa? Supaya mudah dikelolanya dan nggak kecampur-campur, jadi bisa tahu omzet dan untung-rugi yang didapat. Omzet usaha dikurangi biaya itu adalah keuntungan yang kita dapat. Keuntungan usahamenjadi dana kas masuk bagi keuangan rumah tangga.

Ada 5 tips mengelola keuangan pebisnis:
💸 Punya rencana pengeluaran
💸 NO utang konsumtif
💸 Tabungan & investasi
💸 Dana darurat
💸 Asuransi Kesehatan & Jiwa
Mbak Gladies pun setuju pada poin keuangan rumah tangga harus pisah dengan keuangan usaha. Pada awal dia memulai usaha baking-nya, hanya ada 1 akun rekening untuk pembayaran dari customer dan keluar-masuk transaksi pembelian keperluan baking, juga termasuk keubutuhan sehari-hari rumah tangganya. Lama-lama baru sadar, kalau seharusnya butuh paling engga 2 akun rekening agar keuangan rumah tangganya terpisah dengan keuangan usahanya. Pada akhirnya, saat ini ia memiliki 2 akun rekening usaha baking-nya untukyang Bandung dan Jakarta, dan 1 akun rekening pribadi untuk keuangan rumah tangganya.

Fyuh. Gimana nih, Buibu, udah tercerahkan belum? Semoga kita semua bisa mengelola dengan bijak lagi ya keuangan rumah tangga keluarga kita. Apalagi yang disambi juga dengan mengurus usaha, pastilah lebih berat lagi. Semangat!!

It's not how much you make,
but how much you spending.

40 comments :

  1. Waww thanks postingannya, walaupun engga ikut workshopnya aku jg dpt ilmu nih ngatur keuangan. Salam kenal 😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama. Saya juga baru belajar, mudah2an bisa konsisten mencatat keuangan di buku khusus supaya bisa ngatur dengan mudah. Terima kasih sudah mampir, ya! :)

      Delete
  2. Saya termasuk yg 75% nyaa, duhhh susahhh bangedd ngatur keuangan...mksihh udh sharing...mdh2an bisa terlaksana.. ������

    ReplyDelete
    Replies
    1. Huhuhu kita samaaaa. Aamiin. Yuk, demi masa depan yang lebih cerah, kita harus konsisten mencatat pengeluaran dan pemasukan setiap hari! Anw, makasih ya udah mampir. :))

      Delete
  3. Iya ya Mbak, hutang seharusnya 30% dari dana kita, tapi ini aku juga 50% dari dana. Duh duh duh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau udah telanjur ya mau diapain lagi ya? yang penting pos2 lainnya nggak terganggu :)

      Delete
  4. Soo.. how much you spend is much more important yaaa mba

    ReplyDelete
  5. Saya termasuk yang 75%. Kayaknya kalau mau jadi womenpreuner, saya harus bisa jadi yang 25% dulu biar lebih tertib sama keuangan :)

    ReplyDelete
  6. Rumus ideal mengelola keuangan yang kadang suka aku tabrak. Terutama kalo pas ada banyak undangan dan tabungan khusus untuk sumbangan lebih sedikit, hihihii

    ReplyDelete
  7. Yak ampuuun mbaaa...ini bermanfaat banget. Aku termasuk yang 75% gak pinter mengatur keuangan keluarga ini huhuhu.... Jadi punya gambaran deh kalau baca postingan ini.tfs mak

    ReplyDelete
  8. Aku drumah tuh pemegang keuangan keluarga, mba. Tapi memang harus lebih banyak belajar tenyang pengaturan keuangan keluarga yang tepat. Kampanye aibu Bijak ini emang oke banget

    ReplyDelete
  9. Saya yang termasuk gak begitu pintar atur keuangan. Borosss... Makanya mending suami aja yang atur, heheh

    ReplyDelete
  10. 30% ya normalnya pengeluaran sehat. aduh kudu lebih ketat lagi nih ngatur penghasilan yang ga seberapa inih. hiks

    ReplyDelete
  11. wah aku tuh skrg slalu ingin mencatat keuangan mulai dari oendapatan dan pengeluaran, tapi hanya sampai di keinginan doang kak

    ReplyDelete
  12. Duh kayaknya aku msh termasuk di 75% ituuh. Bermanfaat sekali mbak.... Ku masih belajar untuk jd manager keuangan keluarga yang lebih baik lagi...

    ReplyDelete
  13. 25% aja nih wanita yang bisa mengelola uang? 75% nya foya foya ya,,, aku yang 75% aja deh mba biar happy terus hehehee #mintadigaplok

    ReplyDelete
  14. Aku sampe berulang-ulang loh bacanya, saking memang butuh ilmu banget untuk perencanaan keuangan keluarga. Dan saya punya tips juga mba : klo bisa setiap sosmed kita hapusin akun-akun jualan hehe

    ReplyDelete
  15. Hahaha aku mau ketawa atau mewek ya jadi yg 75% nya.
    Aku dah banyak baca sampai beli buku pegelolaan keuangan rumah tetep aja gitu.

    ReplyDelete
  16. Yg pegang uang itu suami karena beliau anggap saya terlalu hemat eeaa...

    ReplyDelete
  17. waduh gak sampai 50% Mbak Is, wanita yang pinter mengelola uang, njur aku kudu piye? emang sih, secara jujur kukatakan yes i do. Kadang pinter banget sampai bisa menyisakan dana dan membeli kebutuhan tersier, tapi kadang malah belum sampai habis bulan udah kurang, di sinilah perlunya setiap wanita harus selalu update info dan pengetahuan tentang keuangan, tks infonya ya, Mbak Is

    ReplyDelete
  18. Waktu KEB mengadakan siaran langsung di IG, aku sempat catat looh pembahasan pemateri, bagus banget euy. Sayangnya hp mati dan saya kehilangan jejak.

    Untung nemu postingan ini dan penjelasannya masyaallah terarah sekali. Senang banget rasanya menemukan postingan yang saya sejak dulu kala *kayak lagu jadoel* :D.

    Saya bukan tipe pebisnis handal nih. Sudah berapa bisnis yg saya geluti berakhir ngadat, hahaha. Jadinya saya hanya mengandalkan uang suami :'(. Karena prinsip saya, uang suami adalah uang istri! hahaha..

    salam kenal ya mbak :)

    ReplyDelete
  19. Duh, jadi ternyata dompetku sakit nih.. :'(

    Untuk pencatatan transaksi, beberapa bulan ini sudah aku mulai, Mbak.. tapi belum disiplin. *Plis jangan dikeplak..

    Tapi udah ngga utang-utang lagi koq. Cuma utang rumah aja yang masih agak lama. Lainnya, masih on the way untuk jadi milik saya, karena uangnya masih dalam proses penabungan. Wkwkwk..

    Udah cukup utang KPR aja yg bikin mumet. Jangan tambah utang lainnya lagi, hihi..

    ReplyDelete
  20. Kayaknya aku masuk gk masuk ke golongan yg 25% dan gak yg 75% juga deh. Bisa bikin kategori lain gk, gk bisa kelola keuangan tapi gk suka foya2 juga :D

    ReplyDelete
  21. “Menabung dulu, beli kemudian”
    Suka banget sama istilah ini.
    Soalnya ini yang sedang kami lakukan demi terjerat hutang.

    ReplyDelete
  22. Penting banget ya, mak, ini buat kita sebagai menteri keuangan rumah tangga. Biar stabil sejahtera

    ReplyDelete
  23. Aku pengen banget nih punya usaha sendiri. Bener2 dikelola sendiri. Mudah2-an aku bisa ikutan workshop kayak gini di Jogja

    ReplyDelete
  24. Lucky you mbaa.. aku ngarep banget ada WS kaya gini di Jogja. Masih termasuk yg 75% ini huhuhuu...

    ReplyDelete
  25. Aku dijatah belanja, jadi keuangan banyak dipegang suami. Nah, laporan keuangan kudu detail nih ya, makasih sharingnya

    ReplyDelete
  26. Selama ini suka salah paham, kita beli kebutuhan dulu, tabung sisanya. Ternyata sebaiknya tabung dulu, baru buat beli2 sesuaikan budgetnya ya mbk TFS

    ReplyDelete
  27. Memang agak sulit mengatur uang cash, lebih baik disimpan direkening ya..
    Untuk soal hutang, alhamdulillah sudah gak ada. Sekarang tinggal mengatur pengeluaran bulanan, jangan sampai lebih dari 30% dari penghasilan ya..

    ReplyDelete
  28. Thanks mb, aku notice bbrp hal khususnya yg di case keuangan terpisah antara RT sama bisnis. Prakteknya emang susah kadang :)

    ReplyDelete
  29. Aku tercerahkan banget mb.. Makasih banyak udah dirangkumin.. Pengen jadi bagian dari 25% yang pintar mengatur keuangan ah.. Xixiix

    ReplyDelete
  30. Rumus idealnya boleh kutiru ya mba, 15% investasi/tabungan. Kalau boleh tahu, seandainya 30% utk bulanan itu tidak cukup, pos mana yang dikalahkan ya?

    ReplyDelete
  31. Halo mbak, terima kasih tuk sharingnya ya. Harus diniatin lagi nih tuk nyisihin dana darurat.

    ReplyDelete
  32. Saya termasuk perempuan yang gak pandai mengatur keuangan, Mba. Tapi suamiku juga boros ditambah kami tinggal terpisah jadilah saya yang pegang kendali. Salah satu cara saya nabung adalah ikut arisan, entah ini cara yang benar atau salah tapi saya nyaman melakukannya ��

    ReplyDelete
  33. Alhamdulillah dapat ilmu lagi. Gak ikut workshopnya tapi jadi ikutan belajar mengelola keuangan di sini. Thanks mbak .. pangling skrg berkacamata ya mbak .. syantikk 😍

    ReplyDelete
  34. Emm...emm, kosmetik bukan pakai dana darurat yaa..
    Pantes aja tiap bulan aku selalu PAS.
    Hiiks~

    Inginnya ada surplus, biar bisa buat foya-foya.

    ReplyDelete
  35. Womanpreneur, kayaknya yang aktif ngeblog womenpreneur termasuknya ya Mba heheheh
    kudu pinter-pinter kelola keuangan inih. Karena yang terjadi biasanya aku banyak pengeluaran hiks. Belum pinter mengelola. Kepengen ikutan kalo di Semarang ada Mba

    ReplyDelete
  36. Jd womenpreneur nggak semudah membalikkan telapak tangan ya mbk, kudu berjuang juga dan kelola keuangan dg baik.
    Makasih share ilmu kecenya mbk.

    ReplyDelete

Thank you for read my story. I would be very pleased if you leave a comment here. ^__^