Katanya Rumput Tetangga Tidak Selalu Lebih Hijau

4.04.2019

Ida, adalah seorang Ibu Rumah Tangga yang suaminya bekerja menggunakan tenaga. Suaminya membantu usaha kakaknya Ida, dan bertanggung jawab atas semua peralatan yang digunakan, termasuk juga mengangkut barang dari gudang ke mobil, kemudian dari mobil ke gedung yang akan digunakan.

Kehidupan ekonomi Ida bisa dibilang berkecukupan. Dibilang cukup karena mereka nyatanya memiliki rumah (yang meskipun kecil), sebuah kendaraan beroda empat, dan dua buah kendaraan beroda dua.  Entah itu mobilnya masih kredit atau sudah lunas, tapi nampaknya keluarga Ida terlihat baik-baik saja.

Ida memiliki dua orang anak, kelas 2 SD dan satunya lagi masih bayi. Kepada anak pertamanya, Ida sering kali marah, bahkan di tempat umum pun Ida tak peduli. Pernah terlihat Ida memarahi anaknya ketika sedang mengaji. Bukan hanya diomeli, tapi anaknya Ida ditoyor beberapa kali, di depan ibu-ibu pengajian yang lain.

Suatu waktu, Ida tidak bisa ikut pergi jalan-jalan dengan teman-temannya karena sedang tidak ada uang. Tapi Ida gengsi kalau tidak bisa ikut. Maka Ida menemui tetangga lain yang dituakan, untuk berutang pada beliau agar bisa ikut pergi dengan teman-temannya. Miris. Ida akhirnya bisa ikut jalan-jalan.

Lain Ida, lain juga temannya, Ani.

Ani juga seorang ibu rumah tangga dengan 1 anak yang masih TK. Suami Ani bekerja sebagai entertainer. Bisa dibilang, pekerjaan suami Ani sangatlah menyenangkan karena sering tampil di acara-acara, juga terkadang dikontrak untuk figuran di beberapa sinetron televisi. Dalam seminggu, bisa jadi ada banyak panggilan pekerjaan, bisa jadi juga kosong. Tapi yang saya lihat, mereka selalu merasa cukup.

Cukup buat mereka, ada rumah yang bisa ditinggali meski mengontrak. Pekerjaan sesuai dengan hobi dan passion suaminya Ani, tidak berat, tidak menyusahkan, dan tidak perlu angkut-angkut barang. Meski bayaran sekali tampil beragam dan kadang kurang, Ani tidak pernah berutang hanya untuk bisa pergi jalan-jalan. Bisa dibilang, keluarga Ani lebih baik-baik saja ketimbang Ida.

Melihat Ani belum memiliki rumah sendiri, Ida merasa kasihan dan menasihati agar ia menabung dari hasil jerih payah suaminya supaya bisa terbeli sebuah rumah. Kepada Ani juga lah Ida menyarankan kalau pekerjaan lelaki yang sesungguhnya adalah yang seperti suaminya; angkat-angkat barang. Pakai tenaga.

"Kamu mbok ya nabung gitu, An. Nabung sedikit-sedikit biar kekumpul bisa beli rumah."

Lalu gimana reaksi Ani? Tentu saja Ani selow. Dia tidak mau ambil pusing temannya mau ngomong apa. Hidup, hidup Ani dan keluarganya, kenapa dia yang mengatur?

Melihat Ani selow menanggapi sarannya, Ida jadi kesal. Kemudian menambahi, "Kerjanya kok kayak gitu suaminya, di rumah terus."

Lalu Ani harus bilang apa? Kenyataannya memang suaminya lebih banyak di rumah daripada di luar. Kalau ada panggilan kerjaan untk tampil, paling lama hanya 4-5 jam di luar, selebihnya di rumah. Kalua ada panggilan untuk syuting sinetron, paling hanya butuh waktu beberapa jam saja. Apa suaminya harus pergi setiap hari supaya bisa dibilang kerja beneran?

Begitulah ya tetangga. Entah itu teman atau tetangga, pasti ada aja yang sibuk ngurusin rumah tangga orang lain. Sibuk menasihati padahal tidak diminta. Sibuk memberi saran padahal yang bersangkutan tidak kenapa-kenapa. Sibuk mengasihani padahal tidak ada yang perlu disedihkan. Lucu, memang.

Hidup bertetangga itu memang beragam. Jika kita merasa lebih baik dari yang lain, saya rasa nggak perlu 'sok' menasihati atau memberi saran. Nggak perlu menggurui. Belum tentu orang kita beri saran itu mau nerima. Terlebih lagi, jika yang kita kasihani itu malah sesungguhnya hidup lebih baik daripada kita. Tanpa utang.

Berhentilah men-judge orang dari apa yang terlihat. Kita nggak pernah tahu kan bagaimana dalamnya rumah tangga orang? Coba lihat lagi ke dalam rumah kita, perhatikan baik-baik, pasti ada yang tak terawat. Gajah di pelupuk mata, memang tak bisa terlihat, tapi semut di seberang jalan, terlihat jelas. Dulu, peribahasa itu bagi saya hanyalah sebuah kiasan saja, tapi sekarang baru ngerti maknanya. Nyata.

Semoga kita terhindar dari sifat tidak baik seperti Ida. Mungkin maksud Ida itu baik, ingin membantu temannya agar bisa menikmati hidup lebih baik, tapi Ida lupa kalau temannya sedang tidak butuh nasihat. Ida pun lupa berkaca kalau sesungguhnya ia lah yang lebih butuh nasihat agar tak selalu memarahi anaknya.

Kalau katanya rumput tetangga tidak selalu lebih hijau, mungkin ada benarnya. Tapi coba tengok rumput kita sendiri, bisa jadi malah sudah menguning.

30 comments :

  1. Setuju banget sama tulisannya mbak... Pas baca, aku jadi ingat seseorang yg aku kenal. Sebut saja Mbak A.


    Mbak A ini mantan Manajer Pemasaran provider besar di Indonesia, gajinya kelas 7 digit walaupun belum ditambah bonus2.

    Setelah resign, dia bikin beberapa usaha dgn modal dari suaminya yg kerja di pertambangan. Sekedar uang kiriman dari suami aja juga sampai 7 digit tiap bulannya. Suaminya juga kelihatan sangat sayang kepada dia.

    Aku kurang tahu dgn usaha2 Mbak A yg lain, tapi ada 1 usaha kuliner yg masih bertahan sampai sekarang. Usaha ini cukup terkenal di kotaku, omsetnya per bulan juga mencapai ratusan juta.



    Aku sendiri kenal Mbak A karena teman baikku bekerja di situ, sekaligus sudah lama dekat dgn Mbak A. Temanku sering bercerita tentang Mbak A, tapi tiap kali mendengar ceritanya pasti kesan yang kurasakan seperti ini:

    "Makin Mbak A mengejar macam2 keinginan & hasil besar, makin dia "terbakar api" karena keinginan2nya itu."

    Perlakuan ke bawahannya lama kelamaan makin semena2, makin sering uring2an. Setiap kali ada penurunan omzet (yg jelas sering terjadi di bidang wisata & kuliner ketika off-season), perilakunya makin menjadi2 sampai menuduh semua pegawainya.

    Orang2 yg bisa dipercaya ditendang semua (salah satunya teman saya itu), diganti oleh orang2 yg sekedar "mencari untung" dengan mendekati Mbak A. Suami yg sedemikian sayang kepada dia juga sama sekali tidak dia perhatikan.



    Tiap kali aku dengan cerita tentang dia, pikiran yang terlintas persis sama dengan waktu aku baca tulisan mbak di blog ini:

    "Yg terpenting bukan "apa yg kita miliki", melainkan "bisa bersyukur" atas apa yg sekarang kita miliki."

    ReplyDelete
  2. Memang loh yg terbaik adalah jngn berusaha sekuat tenaga ngintip ke dlm rumah tangga orang lain, Urusin aja rt sendiri. Ia kan Mak Ist

    ReplyDelete
  3. Kita gak suka urusan kita dicampuri org lain. Tp kadang, tanpa sadar, kita intervensi masalah org lain, atau malah ngomongin di blkg. Huaaa

    ReplyDelete
  4. Hidup ini memang seperti pelangi ya mbak, warna-warni. Begitupun sifat manusia... Kalau gak begini hidup gak bakal ramai hehehe.... Kadang masih ada orang yang hidup demi sebuah gengsi. Tidak mau dianggap kekurangan. Pergi kemana-mana selalu tampil wah, dengan dandanan dan asesoris yang melekat demikian glamournya. Padahal untuk tampil "wah" itu harus berhutang... Bahkan rela dikejar2 orang karena nunggak bayar hutang... Sungguh amat disayangkan kalau hidup seperti ini nyatanya.... Dan tulisan diatas benar2 menyadarkan kita... Bahwa hidup di dunia ini hanyalah sebuah persinggahan... Hendaknya harus dimanfaatkan sebaik mungkin, harus bisa istiqomah dalam memaknai hidup... Bersyukur atas nikmat Allah dan tidak memaksakan keinginan yang belum mampu kita miliki dengan harta kita.

    ReplyDelete
  5. Iya,bak Isti, memang biada suka gitu tuh gajah di pelupuk msta gak ksliatan tapi semut di seberang lautan nyata tetlihat. Huuh, memang manusia itu gak mau berkaca diri, ya.

    ReplyDelete
  6. Tidak ada manusia yang sempurna, kalau aku boleh kasih judul. Ida melihat dirinya sempurna dibandingkan Ani yang belum punya rumah. Padahal prioritas masing-masing orang kan beda-beda. Bisa jadi, tanpa punya barang mewah di rumahnya, anak-anak mendapatkan kasih sayang yang berlebih. Dibandingkan memiliki barang mewah tapi suka mukul anak dan mau jalan-jalan saja kudu pinjem. Ya begitulah manusia, kadang ada saja mencari kekurangan orang lain ya. Heran aku

    ReplyDelete
  7. Wkwkwk memang suka ada aja tetangga yang begitu. Alhamdulillah tetangga saya masih banyak yang baik. Tetapi, bukan berarti gak pernah digosipin. Saya pernah digosipin kena KDRT hanya karena ada tetangga datang ke rumah trus melihat mata saya yang sembap. Padahal saya lagi nangis karena Keke udah hampir sebulan kena typus, tapi belum sembuh. Ibu mana yang gak sedih kalau kayak gitu? Eh, malah digosipin yang lain :D

    ReplyDelete
  8. Kayaknya bakal nemu aja tetangga yg kayak gitu mbk, yg asal nilai gitu, tnpa melihat rumputnya sendiri. Dah, kalau aku mah, mending menyibukkan diri untuk merawat rumput sendiri daripada nengokin rumput tetangga.

    ReplyDelete
  9. wkwkkwkwkwwkw... ngakak bacanya mba, soalnya ini kayak kakak saya dan saya.
    Meski dalam beberapa cara gak sama persis.

    Kakak saya sering banget menasehati saya.

    Nabunglah Rey, jangan jalan2 terus, jangan go food terus.

    atuhlaaahh, baru aja sekali dia tahu saya order gofood, udah bilang gofood TERUS.

    Padahal apa yang saya lakukan itu tentu saja ada alasannya, bukan karena malas semata, terlebih boros semata.

    Heran deh, mengapa orang selalu punya waktu untuk mengurusin orang lain, sementara diri sendiri juga gak kurus *eh wakakkaka

    ReplyDelete
  10. Saya setuju banget dengan tulisan ini. Sering yang tampak di luar belum tentu seperti yang kelihatannya. Selalu ada hal yang tak akan bisa kita ketahui hanya dengan melihat dari tampak luarnya saja. Don't judge the book by its cover.

    ReplyDelete
  11. Jangan Ida napa Mbak ilustrasinya. Wakakkaka...

    Bagus banget nasehatnya Mbak. Peringatan buat kita-kita agar lebih hati hati melihat sisi teman.

    ReplyDelete
  12. Hahaha ngakak baca komen mba aida Raihan soal pilihan nama Ida. Hahaha. Mba makasih sudah berbagi. Memang hidup bertetangga itu mnurutku ya harus saling toleran. memahami tanpa menggurui

    ReplyDelete
  13. Heran aja sama orang yang sibuk dengan urusan orang lain. Padahal untuk mengurusi dirinya serta keluarga sendiri aja belum tentu beres ya...hihihi
    Pokoknya mah, don't judge the book by the cover, deh!

    ReplyDelete
  14. Setuju banget sama pepatah gajah di pelupuk mata tak tampak. Kadang kita terlalu sibuk melihat orang lain dari sudut pandang kita. Padahal mereka mah santai santai aja yaa. Mungkin karena kita kurang aktivitas jadinya kepoan sama urusan orang hahah

    ReplyDelete
  15. Jadi intinya jangan sibuk mengurus urusan yang bukan kepentingan kita ya.. lebih baik urus kepentingan sendiri.. boleh bantu urus kepentingan orang lain, asal tidak meninggalkan kewajiban domestik

    ReplyDelete
  16. Lhooo koq ya persis tetanggaku ini, hobi banget ngomentarin urusan tetangga2nya yg lain. Termasuk juga urusan keluargaku. Padahal keluarga dia sendiri mungkin juga tidak sempurna :)) leluasa banget waktunya sepertinya.

    ReplyDelete
  17. Iya, bener banget nih mbak. Jangan cuma lihat rumput tetangga saja cabi coba lihat rumput kita sendiri, jangan-jangan sudah menguning. Menasihati memang baik tapi lebih baiknya kita berkaca dulu sama diri sendiri sebelum menasihati orang lain. Tulisan ini jadi reminder ya mbak. Semoga sikap kita gak seperti tokoh si Ida

    ReplyDelete
  18. Bener-bener ya tetangganya.. kepo abis hehehehe. Yang pasti aku lebih baik menghabiskan waktu untuk refleksi diri sendiri ajaaa hehehe..

    ReplyDelete
  19. Setuju banget kak jangan pernah men judge orang dengan apa yang kita lihat dan memang sih tetangga di atas mirip sama teatngga ku yang eimmmm bikin terus kita istighfar hehe.

    ReplyDelete
  20. Begitulah kadang kita cuma melihat apa yg tampak ya mbak. Semoga kita selalu dinauhkan dr kepo urusan org lain, apalagi sampai sok teu sok2 menasihati tapi salah, kecuali kalau org lain itu memang minta nasihat kita ya.

    ReplyDelete
  21. semoga kita selalu jadi orang-orang yang berpikiran positif dan menjauhi gibah ya mba. hehehe kadang aku ya males ngurusi tetangga

    ReplyDelete
  22. Persis nasihat Mama, kak..
    Mama selalu bilang "Nabung dikit-dikit gitu loo...biar bisa punya rumah sendiri."


    **maksud dari menabung ini kurang lebih seperti KPR.
    Jadi uangnya ga habis buat kontrak.


    Yaah,
    Apapun pilihannya...semoga Allah kuatkan selalu raga ini untuk berdoa dan memohon yang terbaik.
    Aamiin~

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah, kalau orang tua kan memang berhak menasihati kita atau memberi saran. Ya walaupun sebenarnya menurutku juga orang tua nggak perlu ikut campur urusan rumah tangga naaknya lagi setelah menikah, tapi kalau orang tua yang ngomong terasa masih wajar2 aja. Ketimbang tetangga yang bukan siapa2nya kita. :)

      Delete
  23. Alhamdulillah tetangga di dekat rumahku baik-baik. Belom pernah denger gosip aneh-aneh. Palingan gosip artis yang beredar. Hehehe... folower Lambe Turah semua. Semoga ya kita semua selalu bisa jadi tetangga yang baik. Yang gak neko-neko deh :D

    ReplyDelete
  24. Macam2 ya mba ujian hidup. mendapatkan tetangga yang baik kata nabi adalah salah satu contoh kenikmatan di dunia dan sebaliknya tetangga jukid adalah

    ReplyDelete
  25. Betul bgt Mba, rumput tetangga tdk selalu lebih hijau. Trus instropeksi diri dan bersyukur atas semua rezeki yg telag diberi lebih utama drpd sawang sinawang

    ReplyDelete
  26. Bener banget mbk, sekarang kalau mau ngomongin orang, aq lebih yang mikir gimana hidupku dulu, udah bener belum.

    ReplyDelete
  27. Bener banget mbak, gak selalu rumput tetangga itu lebih hijau dari rumput kita atau sebaliknya. Karena pada intinya, cukup bersyukur saja atas pemberian Allah agar terus diberi rejeki yang baik, dan perasaan bahagia

    ReplyDelete
  28. pesannya nyampe banget di aku mba. aku sedang berusaha untuk tidak membanding -bandingkan orang lain dengan diri sendiri, karena nantinya jadi ga bersyukur. aah, baca postingan ini seperti mendapat hikmah baru

    ReplyDelete

Thank you for read my story. I would be very pleased if you leave a comment here. ^__^